Manusia
pada dasarnya mempertanyakan eksistensinya dalam kehidupan. Bagi sebagian besar
orang, pertanyaan mengenai eksistensi keberadaan ini membutuhkan usaha dan
pemikiran yang keras dan mendalam, dan bahkan melalui beberapa kali jatuh
bangun sebelum mereka menemukannya. Tawaran yang diberikan oleh dunia memang
sangat banyak dan beragam, dan itu semua membuai manusia ke dalam angan-angan
yang indah dan tiada batas. Namun untuk mendapatkan kebahagian yang sejati,
manusia harus mampu untuk memutuskan satu pilihan hidup yang terbaik bagi
dirinya sendiri, kemudian menjalani seluruh masa kehidupannya, demi satu
pilihan itu. Inilah masa kritis dalam periode kehidupan manusia. Dia secara
alamiah didorong untuk memutuskan pilihan itu. Dalam setiap jengkal waktu kehidupan,
pertanyaan ini akan mengusiknya, menyela kesibukannya, dan bahkan mungkin
mendesaknya, untuk segera memutuskan ke arah mana layar kehidupan mau dia
arahkan. Sebuah pertanyaan besar kehidupan “apakah arti hidupku”.
Pertanyaan
di atas tidak akan pernah dapat dijawab secara meyakinkan dan memuaskan oleh
sebagian besar orang, kecuali jika mereka menyempatkan cukup waktu untuk itu,
dan melalui sebuah usaha jatuh bangun untuk bertindak sesuai dengan rencana
hidup yang telah dibangun berdasakan hasil refleksi yang telah dilakukan.
Sesungguhnya manusia itu adalah makhluk yang mampu berpikir, dan bertindak
sesuai dengan hasil pemikirannya. Itulah anugerah yang telah diberikan oleh
Tuhan. Maka manusia seharusnya memanfaatkan hal ini dalam menjalani kehidupannya.
Kehidupan seharusnya direncanakan dan diniatkan dengan sebaik-baiknya untuk
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Baik bagi dirinya sendiri, bagi sesama,
bagi lingkungan, dan bagi Sang Pencipta. Adalah sungguh berdosa, jika kita
hanya sembarangan saja dalam menjalani kehidupan ini tanpa punya impian,
tujuan, dan bakti untuk sesama. Sungguh sikap seperti ini hanya akan
menyengsarakan diri sendiri, dan bahkan orang orang disekitarnya.
Menurut
Stehepen R Covey manusia dibekali dengan anugerah yang sangat istimewa.
Anugerah ini yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk yang lain. Melalui
anugerah ini, manusia diperintahkan untuk menguasai dan memanfaatkan dunia
tempat dimana dia tinggal. Keempat anugerah ini adalah kesadaran diri,
imajinasi, suara hati dan kehendak bebas. Kesadaran diri adalah kemampuan
manusia untuk berpikir tentang dirinya sendiri, kesadaran diri ini memampukan
manusia untuk merasa, berpikir, bertindak, dan memahami segala sesuatu yang ada
di alam, termasuk dengan eksistensinya sendiri. Imajinasi adalah kemampuan
manusia untuk mencipta sesuatu dalam pemikirannya, di luar realitas yang
sebenarnya. Imajinasi mampu menghadirkan sesuatu yang belum ada dalam realitas
menjadi ada, ia melampaui daya nalar. Imajinasi mampu mengubah wajah dunia. Suara
hati adalah kemampuan manusia untuk membedakan benar dan salah, suara hati
membimbing manusia agar kehidupannya tidak jauh dan melenceng dari Tuhan sang
pencipta. Dengan mendengarkan bisikan suara hati, kehidupan manusia akan
tentram, aman, dan lambat laun akan menjadi pribadi yang bijak.
Manusia
merupakan ciptaan Allah yang sempurna, dia diciptakan seturut citra nya
sendiri, disamping itu manusia juga diberi hak istimewa dalam menjalani
kehidupannya, yaitu untuk menguasai alam ciptaan dan penentu atas nasib
hidupnya sendiri. Dengan keistimewaan ini sudah sepatutnya manusia menyadari
bahwa dia adalah makhluk mulia yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
mengisi kehidupan dengan sebaik-baiknya. Memberikan kontribusi yang berarti
pada lingkungan, sesama, dan makluk lain. Bersikap konstruktif atas perubahan
dan ketika meninggalkan dunia ini nantinya, mampu memberikan dampak yang
positif atas kehidupan.
Sebenarnya
segala sesuatu sudah disiapkan oleh Tuhan atas diri kita, untuk kita pergunakan
sebaik-baiknya dalam usaha untuk menjalani kehidupan yang konstruktif. Disini
kata kuncinya adalah mengusahakan kehidupan yang konstruktif. Sepertinya kita
perlu mengeset sistem pemikiran dan keyakinan kita untuk memahami konsep ini.
Percayalah bahwa tidak akan ada lagi kekuatiran dan keraguan akan kehidupan
yang berkelimpahan yang akan kita nikmati nantinya, jika kita selalu berupaya
melakukan sesuatu hal yang konstruktif untuk kehidupan. Selama kita melakukan
suatu pekerjaan tertentu, entah itu hal besar ataupun kecil dengan niatan yang
baik untuk memberikan dampak konstruktif untuk kehidupan, percayalah bahwa
kehidupan nantinya akan memberikan hasil berlipat ganda kepada kita. Hal ini
merupakan suatu keniscayaan yang tak perlu kita sangsikan lagi.
Kehidupan
itu ibarat cermin, yang memantulkan citra pemikiran kita sendiri. Bagaimana
kehidupan yang kita jalani sekarang ini adalah pantulan dari citra pemikiran
dan keyakinan kita sendiri. Hal ini seumpama gaya gravitasi yang menahan sebuah
gunung maupun kerikil tetap berada di tempatnya. Gaya gravitasi tidak lantas
mengenal bahwa gunung itu besar dan kerikil itu sangat kecil, maka ia lantas
membuat usaha untuk menahan sebuah gunung adalah jauh lebih-lebih besar dari
pada usaha untuk menahan batu krikil. Namun gaya gravitasi bekerja secara
otomatis untuk menahan semua benda/objek tetap pada tempatnya, terlepas dari
ukuran objek itu sendiri. Coba sekarang geser pemahaman ini dalam konteks citra
pemikiran kita sendiri. Hal-hal yang kita alami di dalam kehidupan kita ini
adalah proyeksi langsung dari pemikiran dan keyakinan kita sendiri. Segala
sesuatu yang terus kita adakan di alam pikiran kita (kita pikirkan, yakini,
dsb), akan mewujud di alam realitas. Segala sesuatu ini bisa hal apa saja entah
itu besar, kecil, penting, sepele, dan sebagainya. Hal-hal tersebut secara
lambat laun akan segera mewujud di alam realitas kehidupan kita, sebagai
pengalaman nyata kita sendiri. Seperti yang banyak dibicarakan dalam buku-buku
LOA. “Pemikiran itu ibarat magnet, yang menarik segala hal sejenis yang kita
pikirkan untuk datang pada kita”.
Kenapa
banyak manusia merasa bahwa kehidupan itu keras, kejam, dan penuh dengan tipu
daya. Namun banyak juga yang mengatakan bahwa kehidupan itu adalah sebuah arena
pertandingan yang menantang. Kenapa bisa ada golongan masyarakat yang berbeda
di dunia ini, dimana yang satu adalah golongan yang sukses, kaya raya, bahagia,
sejahtera, dan sebagainya. Sedangkan golongan yang lain adalah golongan miskin,
tertindas, menderita, sengsara dan tanpa harapan? Bila dicermati ini sungguh
merupakan sebuah ironi. Tahukah anda bahwa perbedaan kondisi tersebut pada
mulanya hanyalah dimulai dari sebuah sikap, pemikiran , dan keyakinan? Manusia
secara sadar maupun tidak sadar sudah membawa pola pola pemikiran tertentu
sepanjang kehidupannya, dan tentu saja pola-pola pemikiran di antara setiap
orang itu berbeda-beda. Mereka bisa mewarisinya dari orang tua mereka dari gen
yang mereka terima. Bisa juga pola pemikiran itu terbentuk dari pengaruh
lingkungan masyarakat dimana dia tinggal. Pola-pola pemikiran ini mereka bawa
semenjak masih muda atau mungkin dari bayi dan ini bahkan berlangsung sampai
seumur hidup. Tentu bisa dibayangkan kan? Bagaimana kehidupan yang akan mereka
jalani sangat dipengaruhi oleh pola-pola pemikiran yang mereka bawa?
Lantas,
apakah hal seperti ini bisa diubah? apakah setiap manusia akhirnya bisa
menyadari bahwa sesungguhnya mereka bisa mengubah nasib mereka sendiri? Bahwa
mereka akan bisa mengubah nasib mereka dengan bermula dari mengubah sikap dan
pemikiran lama yang selalu mereka bawa? Bahwa pada suatu titik dalam
kehidupannya, dia menyadari bahwa tidak ada gunanya untuk terus berkubang dalam
lumpur kemiskinan dan terus merutuki nasib. Akan tetapi menyadari bahwa semua
manusia itu adalah Citra Allah sendiri yang akan mewarisi bumi beserta isinya.
Yang diciptakan oleh Tuhan untuk menguasai alam dan mengaturnya. Menyadari
bahwa kehidupannya sudah diatur sedemikian rupa, dan bahwa nantinya mereka akan
mewarisi bukan hanya bumi namun juga surga?
Memang
demikianlah janji Allah pada manusia, tidak ada keraguan sedikitpun untuk itu,
tugas kita sekarang adalah meyakininya dan mulai untuk menerimanya secara
bertahap. Yang perlu kita lakukan adalah menyiapkan diri kita sebaik-baiknya
untuk itu. Dengan mengatur dan mengawasi setiap pemikiran dan sistem keyakinan
kita sendiri. Mengganti dan merubah setiap pemikiran dan keyakinan yang negatif
dan tidak berguna dengan keyakinan seratus persen pada Tuhan. Sehingga dengan
melalui hal itu Tuhan bisa mulai bekerja atas diri kita. Memperbaharui pola
pemikiran kita secara bertahap. Kemudian mulai menghadirkan
pengalaman-pengalaman hidup yang benar-benar baru untuk kita. Dan pada akhrinya
kita akan mengalami sendiri janji Tuhan atas diri kita.
Komentar
Posting Komentar